Sebagai komoditas strategis, semen sudah dianggap sebagai kebutuhan
pokok pembangunan manusia modern, sehingga menjadi sesuatu yang mutlak.
Namun belakangan muncul kekhawatiran kelangkaan pada tahun-tahun
mendatang. Saat ini kapasitas produksi terpasang industri semen nasional
sekitar 60,6 juta ton per tahun, dengan tingkat konsumsi 53 juta ton.
Masih surplus, namun dengan tingkat pertumbuhan konsumsi sekitar 6%
persen per tahun, dan peningkatan pembangunan infrastruktur, prediksi
ada kelangkaan pada 5 tahun mendatang masing dapat diatasi.
Kosentrasi pembangunan infrastruktur di luar Jawa dan pemberian
kewenangan pengelolaan keuangan dari pemerintah pusat ke daerah yang
diharapkan meningkat permintaan semen belum terjadi. Konsumsi semen di
Kalimantan mencapai 17%, Sumatera 14% dan Jawa tetap tertinggi dengan
kenaikan 21% pada tahun 2012 dibanding tahun sebelumnya. Bisa saja
kekekurangan stok diimpor dari China, namun para pemilik modal dan elite
pemerintah lebih memilih membangun pabrik sebagai solusi, kendati
memiliki risiko sosial-lingkungan yang tinggi dan membutuhkan investasi
besar.
Dengan masa konstruksi pembangunan pabrik semen sekitar 3-4 tahun,
tentu tidak bisa lagi menunda pembangunan pabrik baru. Padahal
penambahan kapasitas sekitar 2,5 juta ton per pabrik membutuhkan dana
275 juta-325 juta dolar AS (sekitar Rp 2,925 triliun). Produsen terbesar
Semen gresik Grup akan memiliki kapasitas produksi 26 juta ton tahun
2012 dengan penambahan kapasitas produksi 5juta pertahun akan tetap
berusaha mempertahankan pangsanya yang lebih dari 40% (peringkat
pertama). Sedangkan Indocement pada peringkat kedua dengan pangsa pasar
32% pada tahun 2011 juga akan melakukan ekpansi baik dengan cara
renovasi maupun.dengan menambah unit–nit produksinya dan pada tahun 2014
kapasitasnya akan mencapai 23,1 juta ton/tahun.
Ada 4 faktor utama yang menjadi pendorong pertumbuhan konsumsi semen
domestik yaitu pertumbuhan ekonomi nasional yang masih cukup baik,
tingkat bunga yang menarik, pembangunan infrastruktur secara
besar-besaran, dan tingkat konsumsi per kapita yang masih sangat rendah
yang secara potensiil akan meningkatkan kebutuhan semen dengan
meningkatnya daya beli.
Selama ini pangsa pasar semen curah hanya sekitar 20% saja, sedangkan
80% sisanya masih dipegang oleh semen dalam kantong. Ini memperlihatkan
bahwa pemakaian semen untuk rumah tinggal yang dibeli eceran masih
sangat dominan. Dengan adanya Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang akan lebih mendorong
pembangunan infrastruktur dan karenanya peningkatan kebutuhan semen
untuk proyek-proyek infrastruktur akan merubah pangsa pasar semen curah
menjadi lebih membesar.
Selain itu sampai saat ini konsumsi semen Indonesia masih pada
peringkat rendah dibandingkan negara-negara lain di dunia karenanya
potensi peningkatan konsumsi semen nasional masih sangat besar. Grafik
di bawah memperlihatkan posisi konsumsi semen per kapita Indonesia
dibanding negara lain pada tahun 2010. Dengan target pendapatan per
kapita US$ di atas 14,000 pada tahun 2025 dari US$ 3,000 pada tahun 2011
sesuai Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) akan memungkinkan potensi ini direalisir secara
maksimal.
Konsumsi semen per kapita Indonesia terus tumbuh dari tahun dari
tahun 2001 sampai tahun 2011 kecuali pada saat krisis ekonomi yang
melanda Asia tahun 1998-1999. Dan baru kembali pada posisi tahun 1997
setelah 7 tahun berikutnya. Target PDB di atas US$ 4,0 triliun pada
tahun 2025 dari US$ 700 milyar pada tahun 2010 yang disebut dalam
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) akan lebih mendorong pertumbuhan konsumsi semen nasional.
Pertumbuhan konsumsi semen Indonesia yang berjalan paralel dengan
pertumbuhan ekonomi akan terus berlanjut apalagi mengingat target
pertumbuhan ekonomi 6,4 – 7,5 % pada periode 2011 – 2014 dan 8 - 9% pada
periode 2015 – 2025 sesuai dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dicanangkan Pemerintah SBY. (sumber : Wikipedia)
0 komentar:
Posting Komentar